Entretien avec le prince K.G.P.H. Hadiwidjojo

III. (1) Prince Hadiwidjojo, passionate and undisputed specialist of all that concerns Javanese culture and more particularly the traditions of the court of Surakarta, here tells us what he thinks is the profond significance of the bedojo ketawang, one of the most sacred and most solemn dances of Ja...

Full description

Bibliographic Details
Published in:Archipel
Format: Article in Journal/Newspaper
Language:French
Published: PERSEE 1972
Subjects:
Online Access:http://www.persee.fr/doc/arch_0044-8613_1972_num_3_1_1119
https://doi.org/10.3406/arch.1972.1119
Description
Summary:III. (1) Prince Hadiwidjojo, passionate and undisputed specialist of all that concerns Javanese culture and more particularly the traditions of the court of Surakarta, here tells us what he thinks is the profond significance of the bedojo ketawang, one of the most sacred and most solemn dances of Java. Executed by nine dancers in the presence of Susuhunan at the time of the anniversary of his accession to the throne, this dance is not in any way a "spectacle", and until a very recent date, rarely were those people outside of the immediate entourage of Susuhunan allowed to be present. Traditionally, in fact, the creation of this dance is imputed to the Roro Kidul or Queen of the South Sea, who reigns over all the shores of the inhospitable southern ocean. The sovereigns of central Java were said to take their power from an alliance that their ancestor, Senapati, had made with this powerful dity, and the excution of a bedojo ketawang would be for the Roro Kidul, the occasion to come to earth, to mix, invisiblely with the other dancers, and to again express to the Susuhunan the love that she nourishes for him. Prince Hadiwidjojo also sees in the bedojo ke> tawang a cosmic dance of Indian origin, where the nine dancers correspond to the nine planets, and where the pradaksina movement which they described around the throne of the sovereign is to be connected with the rotation of the stars around the center of the world. The article ends with an explanation of the very person of Roro Kidul, of the way in which she manifests herself to men and, moreover, of the cult which is rendered to her. 1. Pangeran Hadiwidjaja, seorang tjendekiawan jang bersemangat dan merupakan seorang achli jang tak dapat disangsikan lagi untuk segala sesuatu jang menjangkut kebudajaan Djawa dan chususnja adat kebiasaan keraton Surakarta. Disini beliau memaparkan pada kita apa jang beliau anggap sebagai arti jang dalam dari bedojo ketawang, salah satu tarian keramat dan jang paling chidmat di Djawa. Tarian tersebut ditarikan oleh sembilan penari dihadapan Susuhunan waktu hari ulang tahun kenaikan tachta. Tarian ini sama sekali bukanlah suatu ,,per- tundjukan", dan sampai waktu jang belum lama hanja dapat dihadiri orang2 keraton jang dekat dengan Susuhunan, dan sangat djarang sekali orang luar dapat ikut menjaksikannja. Sebenarnja setjara tradisi tarian ini adalah tjiptaan Ratu Roro Kidul, jang menguasai pantai selatan Djawa, dimana kita tidak selalu diterima dengan ramah ÎDikatakan orang bahwa radja2 Djawa Tengah mendapat kekuasaan dari hubungan jang telah diikat oleh nenek mo- jang mereka, Senopati, dengan ratu jang sangat berkuasa itu. Bagi Ratu Roro Kidul, bedojo ketawang ditjiptakan sebagai djalan untuk datang ke dunia ini, bergaul, tanpa menampakkan diri, dengan para penari lainnja dan untuk sekali lagi menjatakan tjintanja kepada Susuhunan. Pangeran Hadiwidjaja melihat pula dalam bedojo ketawang adanja suatu tarian kosmik jang berasal dari India dimana kesembilan penari itu sesuai dengan sembilan bintang dan dimana pradaksina jang dilakukan dalam tarian itu disekeliling singgasana radja mungkin ada hubungannja dengan perputaran bintang disekeliling bumi. Tulisan ini ditutup dengan tjeritera tentang Roro Kidul itu sen- diri, tentang tjara bagaimana Ratu machluk halus itu mendjelma sebagai manusia dan tentang pemudjaan jang dilakukan padanja.